Perang Dingin di Perbatasan: Kamboja Andalkan Mortir dan Roket dalam Menghadapi Thailand
Ketegangan di perbatasan Thailand dan Kamboja terus menjadi isu panas yang menguji stabilitas Asia Tenggara. Keputusan strategis ini tidak hanya mencerminkan keterbatasan sumber daya militer Kamboja, melainkan juga menunjukkan strategi pertempuran asimetris yang mereka terapkan.
I. Memahami Pilihan Taktis Kamboja: Mortir dan Peluncur Roket
- Mortir: Senjata Pendukung Jarak Dekat: Mortir adalah senjata artileri yang menembakkan proyektil berdaya ledak tinggi pada lintasan melengkung (high-angle trajectory).
- Peluncur Roket: Daya Hancur Area: Oleh sebab itu, senjata ini memberikan kekuatan tembakan saturasi yang besar, berfungsi sebagai penangkal psikologis terhadap serangan infanteri lawan.
II. Strategi Asimetris Melawan Kekuatan Thailand yang Superior
Secara umum, kekuatan militer Kamboja Thailand berada pada tingkat yang berbeda. Thailand memiliki anggaran pertahanan yang jauh lebih besar, angkatan udara yang modern, dan sistem artileri yang lebih canggih. Maka dari itu, strategi Kamboja yang mengandalkan mortir dan roket adalah langkah strategis yang didasarkan pada prinsip pertempuran asimetris.
- Dengan demikian, mereka dapat memaksimalkan kerugian lawan tanpa memaksakan pertempuran terbuka yang merugikan.
- Biaya-Efektivitas: Dibandingkan dengan sistem rudal canggih atau jet tempur, mortir dan roket memiliki biaya produksi yang jauh lebih rendah. Oleh sebab itu, Kamboja mampu mempertahankan stok amunisi yang memadai untuk konflik berkepanjangan tanpa membebani anggaran pertahanan mereka secara berlebihan.
- Perang di Zona Sengketa: Sifat konflik yang terjadi di zona perbatasan yang padat dan sering kali di tengah masyarakat sipil membuat penggunaan senjata presisi tinggi (high-precision) oleh Thailand menjadi berisiko.
III. Perbandingan Kekuatan Militer dan Dampak Jangka Panjang
Meskipun Kamboja hanya andalkan mortir dan peluncur roket untuk menggempur Thailand, penting untuk memahami perbandingan kekuatan secara keseluruhan dan potensi eskalasi.
- Anggaran dan Teknologi Thailand: Thailand memiliki salah satu militer paling mapan di Asia Tenggara, didukung oleh alutsista modern seperti pesawat tempur F-16, tank-tank tempur utama, dan kapal perang yang relatif baru. Faktanya, keunggulan udara Thailand menjadi faktor dominan yang harus dipertimbangkan Kamboja.
- Keterbatasan Kamboja: Militer Kamboja sebagian besar mengandalkan peralatan lama, seringkali dari era Soviet, dan memiliki keterbatasan dalam kemampuan serangan udara dan pengintaian. Namun demikian, mereka memiliki keunggulan dalam jumlah personel dan moral yang tinggi dalam mempertahankan tanah air.
- Eskalasi: Jika Thailand memutuskan untuk merespons serangan mortir Kamboja dengan kekuatan penuh (misalnya, serangan udara atau artileri jarak jauh), Kamboja akan mengalami kerugian besar.
IV. Kabar Nusantara: Implikasi Regional dan Diplomasi
Konflik yang terus-menerus ini mengirimkan gelombang kekhawatiran ke seluruh Kabar Nusantara dan komunitas ASEAN.
- Ancaman Stabilitas ASEAN: Konflik bersenjata antara dua anggota ASEAN secara langsung merusak citra kawasan sebagai zona damai dan stabil. Jelaslah, hal ini mengancam agenda integrasi politik dan ekonomi ASEAN.
- Krisis Kemanusiaan: Penggunaan senjata berat seperti mortir dan roket di area perbatasan menimbulkan risiko serius bagi warga sipil dan memicu krisis pengungsi. Dengan demikian, tekanan internasional harus diarahkan untuk memastikan kedua pihak mematuhi hukum perang dan melindungi warga sipil.
- Peran Mediasi Indonesia: Indonesia, sebagai negara besar dan anggota pendiri ASEAN, harus mengaktifkan diplomasi quiet diplomacy (diplomasi senyap) untuk membawa kedua negara kembali ke meja perundingan. Secara khusus, mediasi harus difokuskan pada demarkasi perbatasan yang jelas, bukan sekadar gencatan senjata sementara.
Oleh sebab itu, penyelesaian konflik ini bukan hanya kepentingan Kamboja dan Thailand, melainkan kepentingan mendesak seluruh kawasan Asia Tenggara.
V. Analisis Taktik Mortir di Zona Sengketa
Penggunaan mortir oleh Kamboja adalah taktik yang telah teruji dalam banyak konflik perbatasan di dunia, tetapi penggunaannya memiliki konsekuensi serius:
- Kurangnya Presisi (Accuracy): Mortir, terutama model lama, memiliki akurasi yang rendah dibandingkan guided missiles. Faktanya, kurangnya presisi ini meningkatkan risiko serangan tak sengaja terhadap sasaran sipil atau bahkan wilayah Thailand sendiri.
- Perlindungan Pasukan: Penggunaan mortir di zona perbatasan yang padat memungkinkan unit Kamboja menembak dari posisi yang tersembunyi atau bergerak cepat. Tentu saja, hal ini meminimalkan risiko kerugian personel di pihak Kamboja saat berhadapan dengan tembakan balasan Thailand.
- Perang Atribut (War of Attrition): Kamboja berharap serangan mortir yang konstan akan menguras sumber daya dan moral militer Thailand, memaksa mereka mencari solusi diplomatik daripada terus-menerus terlibat dalam perang gesekan di perbatasan.
VI. Penutup: Mendesak Dialog Atas Dasar Kedewasaan Politik
Keputusan Kamboja untuk mengandalkan mortir dan peluncur roket dalam menghadapi militer Thailand adalah cerminan yang suram dari ketidakmampuan diplomasi menyelesaikan sengketa perbatasan yang sudah berlangsung puluhan tahun. Jelaslah, senjata-senjata ini adalah simbol dari pertempuran asimetris yang berpotensi menyebabkan kerugian besar.
Oleh karena itu, semua pihak yang berkepentingan harus menyadari bahwa konflik bersenjata, terutama dengan penggunaan artileri di wilayah padat, bukanlah solusi yang berkelanjutan. Pada akhirnya, Thailand harus menahan diri dari eskalasi dengan kekuatan udara, sementara itu, Kamboja harus setuju untuk menarik mundur unit bersenjata beratnya dengan jaminan perlindungan kedaulatan. Hanya melalui dialog yang tulus dan pengawasan ketat dari ASEAN, ketegangan ini dapat diredakan dan kekuatan militer Kamboja Thailand dapat kembali fokus pada tugas pertahanan negara daripada saling mengancam di perbatasan.

